Jumat, 05 Juni 2015

Tugas Mahasiswa STAI ALHIKMAH Prodi PAI, Sabtu, 6 Juni 2015 Jam ke-3


1. Buatlah modifikasi sesuai dengan jenjang/tingkat pendidikan yang akan anda ajar, metode pembelajaran yang telah anda susun/kerjakan pada pertemuan sebelumnya. Adapun formatnya adalah sebagai berikut:

Nama Metode
Prosedur Normal
Kelas
Modifikasi*)

Jigsaw Learning



Reading Aloud



Learning With Question


Information Search


Poster Session


Think-Pair-Share



2. Bacalah salah satu dari dua buku “Pak Slim dan Bu Bil” dan buku “Menjadi Guru Profesional” yang sudah anda copy. Coba catat apa yang bisa disimpulkan dari buku tersebut! (buat minimal 1 halaman)


 -----
*) Modifikasi adalah mengembangan dan menyesuaikan metode pembelajaran dengan audience (peserta didik), waktu dan lain sebagainya.

Tugas Mahasiswa STAI ALHIKMAH, Sabtu, 6 Juni 2015 Prodi PGRA

1. Jelaskan informasi tentang metode pembelajaran di bawah ini dan buat modifikasi sesuai dengan jenjang/tingkat pendidikan yang akan anda ajar!

Nama Metode
Prosedur
Kelas
Modifikasi
The Power of Two




Reading Aloud




Mind map




Information search




Inner circle - out circle




Modeling The Way





2. Bacalah salah satu dari dua buku “Pak Slim dan Bu Bil” dan buku “Menjadi Guru Profesional” yang sudah anda copy. Coba catat apa yang bisa disimpulkan dari buku tersebut! (buat minimal 1 halaman)
3. Tugas dikumpulkan paling lambat pada hari Minggu, 7 Juni 2015


 -------------------
*) Modifikasi adalah mengembangan dan menyesuaikan metode pembelajaran dengan audience (peserta didik), waktu dan lain sebagainya.

Tugas Mahasiswa STAI ALHIKMAH Prodi PGMI, Sabtu, 6 Juni 2015



Jelaskan informasi tentang metode pembelajaran di bawah ini dan buat modifikasi sesuai dengan jenjang/tingkat pendidikan yang akan anda ajar!

Nama Metode
Prosedur  Normal
Kelas
Modifikasi*)
Question Student Have




Reading Aloud




Poster Comment




Information search




Inner circle - out circle




Modeling The Way





*) Modifikasi adalah mengembangan dan menyesuaikan metode pembelajaran dengan audience (peserta didik), waktu dan lain sebagainya.

Bacalah salah satu dari dua buku “Pak Slim dan Bu Bil” dan buku “Menjadi Guru Profesional” yang sudah anda copy. Coba catat apa yang bisa disimpulkan dari buku tersebut! (buat minimal 1 halaman)

Kamis, 03 April 2008

Bahaya Komersialisasi Kesehatan

Ini adalah dampak Kapitalisme Global yang menyebabkan komersialisasi di segala bidang. Mulai dari pendidikan, kesehatan, bahkan nyawa hingga keimanan. Perhatikan tulisan di bawah ini. Penting untuk dicermati lalu kita kritisi Bahaya Komersialisasi ini. Selamat membaca


Heboh Susu Formula dan Buku Menkes
Kompas: Rabu, 5 Maret 2008 | 01:38 WIB

IRWAN JULIANTO

Dua pekan terakhir media dan masyarakat dihebohkan oleh berita temuan para peneliti Institut Pertanian Bogor bahwa susu formula yang beredar di pasaran tidak steril karena mengandung bakteri Enterobacter sakazakii yang dapat menyebabkan infeksi meningitis pada bayi. Sayangnya, pejabat Departemen Kesehatan justru menuding penelitian itu tidak sahih dan mungkin disponsori pihak luar.

Padahal, susu formula (untuk bayi lahir normal), menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), memang tak perlu sama sekali steril karena biaya produksinya bakal amat mahal dan vitamin yang difortifikasi akan rusak. Bakteri seperti E sakazakii dalam susu formula—kalau toh ada—tak perlu kelewat dikhawatirkan karena dapat dijinakkan dengan cara penyiapan dan pemberian susu formula yang higienis.

Yang perlu diprihatinkan oleh Depkes dan konsumen seyogianya adalah terlalu besarnya ketergantungan masyarakat pada susu formula. Pada saat perekonomian masyarakat menengah bawah sulit seperti saat ini, seharusnya Depkes lebih gencar mempromosikan air susu ibu (ASI) eksklusif.

Sejarah pernah mencatat betapa produsen susu formula multinasional pernah begitu dominan dan memasarkan produk mereka secara tak etis ke negara-negara dunia ketiga hingga jutaan bayi mengalami diare, dehidrasi, dan kehilangan nyawa. Kelompok konsumen War on Want dari Inggris menemukan praktik penyuapan produsen susu formula kepada para bidan dan dokter anak agar ibu-ibu yang baru melahirkan didorong untuk tak menyusui anak mereka sehingga konsumsi susu formula dapat digenjot. Puncaknya, berkat lobi dan tekanan organisasi/aktivis konsumen internasional awal tahun 1980-an, WHO dan Unicef mengeluarkan Kode Pemasaran Internasional Pengganti ASI, yang antara lain melarang pemasangan gambar bayi di kaleng susu formula.

Ulah WHO dan Unicef ini tentu tak menggembirakan negara-negara industri. Tak heran ketika WHO atas desakan organisasi konsumen dunia tahun 1984-1986 mencoba untuk membuat Kode Pemasaran Obat guna menekan praktik industrio-medical complex (kontrak-mengontrak dokter oleh industri farmasi), upaya itu kandas. Amerika Serikat mengancam akan cabut dari WHO. Dirjen WHO Halfdan Mahler, yang asal negeri Skandinavia, kemudian digantikan oleh Hiroshi Nakajima asal Jepang, yang tentu lebih pro-AS.

Skandal pencurian virus

Dalam perjalanannya, WHO sebagai organisasi kesehatan di bawah PBB memang sarat dengan tarik-menarik kepentingan politik dan ekonomi negara-negara angggotanya. Contoh paling mutakhir adalah sikap mbalelo Indonesia yang tak mau mengirim sampel virus flu burung kepada WHO. Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari khawatir virus H5N1 itu akan dijadikan bahan pembuatan vaksin oleh industri negara-negara maju yang kemudian harus dibayar mahal oleh rakyat negara-negara yang terjangkit flu burung, termasuk Indonesia yang mengirimkan sampel virus tadi.

Drama diplomasi dan perdebatan masalah inilah yang dituangkan oleh Menkes RI dalam bukunya, Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung, yang diluncurkan di Jakarta tanggal 6 Februari lalu. Baru genap dua pekan beredar, edisi bahasa Inggris buku itu, It’s Time for the World to Change-in the Spirit of Dignity, Equity, and Transparency. Divine Hand Behind Avian Influenza, sudah menghebohkan dunia internasional. Jubir Deplu AS Susan Stahl, seperti dikutip harian Australia, The Age (21/2), membantah bahwa sampel virus flu burung Indonesia telah dikirim ke laboratorium senjata biologi Pemerintah AS di Los Alamos, New Mexico.

Petinggi WHO untuk keamanan kesehatan, David Heymann, menyatakan bahwa Menkes Fadilah Supari memperoleh instruksi dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menarik dari pasar. Menkes menyatakan, ia atas inisiatif sendiri menarik buku edisi bahasa Inggrisnya untuk diedit ulang karena ada kesalahan penerjemahan. Walaupun dikatakan telah ditarik, hingga hari Minggu (2/3) toko buku QB di Kemang masih men-display belasan buku itu.

Coba kita simak isi buku edisi bahasa Indonesia halaman 17: ”Data sequencing DNA diberlakukan sebagai dari mereka yang berada di Los Alamos. Kapan akan dibuat vaksin dan kapan akan dibuat senjata kimia, barangkali tergantung dari keperluan dan kepentingan mereka saja.” Diterjemahkan menjadi: ”The DNA sequence data of H5N1 virus had been the privilege for the scientists in Los Alamos. Whether they used it to make vaccine or develop chemical weapon, would depend on the need and the interest of the US government.”

Memang dalam edisi bahasa Indonesia tidak disebutkan secara eksplisit kata ”Pemerintah AS”. Namun, di halaman 19 lagi-lagi tersurat dan tersirat kekhawatiran Menkes bahwa virus flu burung Indonesia dapat dijadikan senjata biologi.

Lepas dari spekulasi soal senjata biologi ini, gugatan Menkes RI terhadap nasib sampel virus flu burung Indonesia jika dibuat vaksin tanpa melibatkan Indonesia adalah sah adanya.

Ini mengingatkan kita akan sengketa Pemerintah Perancis (masa Presiden Mitterand) dengan Pemerintah AS (masa Reagan) soal pembagian royalti paten tes antibodi untuk HIV/ AIDS. Tahun 1983 ilmuwan Institut Pasteur yang dipimpin Luc Montagnier mengklaim menemukan virus penyebab AIDS dari darah seorang pramugara gay. Sampel virus itu kemudian dikirim ke laboratorium Robert Gallo di Bethesda, Amerika Serikat. Tahun 1984, Gallo mengklaim bahwa ia dan timnya berhasil mengisolasi virus penyebab AIDS, bahkan ia kemudian menemukan cara mengetes antibodi orang yang terinfeksi virus itu yang kemudian dikenal sebagai tes ELISA.

Sejarah menunjukkan, Gallo telah ”memakai” sampel virus tim Montagnier. Gallo pun menjalani persidangan integritas dan etika keilmuwanannya. Dengan terpaksa Reagan memberi konsesi bagi hasil tes antibodi HIV kepada Pemerintah Perancis dan tim Montagnier. Hal ini terungkap dalam buku And the Band Played On-Politics, People, and the AIDS Epidemic karya wartawan Randy Shilts.

Mudah-mudahan sampel virus H5N1 asal Indonesia yang jauh lebih ganas dibandingkan dengan virus flu burung Vietnam tidak mengalami nasib serupa HIV temuan Montagnier.

Selasa, 25 Maret 2008

Course Outline PPMDI

A. IDENTITAS MATA KULIAH;
Nama Mata Kuliah : Perkembangan Pemikiran Modern dalam Islam
Kode Mata Kuliah :
Semester/TA : VI (enam) 2007/2008
Jurusan/Prodi : Tarbiyah (PAI) A dan C
Prasyarat :
Jumlah sks : 2 (dua)
Waktu Kuliah : Rabu dan Kamis


B. STANDAR KOMPETENSI:
Mahasiswa memahami dan menguasai sejarah perkembangan pemikiran modern di dunia Islam dan di Indonesia dengan masing-masing corak dan karakteristiknya masing-masiing, serta mampu menganalisis implementasi pemikiran para tokoh pembaharu


C. DISKRIPSI MATERI PERKULIAHAN
Tatap Muka 1:
Dalam pertemuan pertama kali ini, yang diberikan adalah penjelasan tentang mata kuliah dan kontrak belajar.
Tatap Muka 2:
Pengertian tajdid, Fungsi tajdid, Arti penting tajdid, Latar belakang timbulnya tajdid (Historis, filosofis, dan politik), Kebutuhan Ijtihad dalam Tajdid, Lapangan dan objek bahasan, Periodisasi Tajdid
Tatap Muka 3 :
Membahas tentang Gerakan Pembaharuan di Mesir I:
a. Mohamad Ali
b. Al-Tahthawi
c. Jamaluddin al-Afghani
Membahas tentang Gerakan Pembaharuan di Mesir II:
d. Muhammad Abduh
e. Rasyid Ridha
Tatap Muka 5;
Gerakan Pembaharuan di Arab Saudi, yakni Gerakan Wahabiah yang dipelopori oleh Muhammad ibn Abdul Wahhab
1. Asal Mula Gerakan Wahabiah
2. Gerakan Wahabiah dan Ibnu Saud
3. Pemikiran Politik Wahabiah
4. Aspek Pembaharuan dalam Wahabiah
Tatap Muka 6:
Gerakan pembaharuan di Turki I yang akan mengkaji gerakan pemikiran:
a. Sultan Mahmud,
b. Tanzimat,
Tatap Muka 7:
Gerakan Pembaharuan di Turki II yang akan membahas gerakan dan pemikiran tokoh-tokoh dalam:
a. Turki Muda,
b. Usmani Muda,
c. Mustafa Kemal dan Sekularisasi

Tatap Muka 8 : Panduan dan Pengarahan untuk Mengerjakan Tugas-tugas terstruktur sebagai nilai SUBSUMATIF. Tugas tersebut adalah membuat pemikiran beberapa tokoh yang dikirim melalui email.

Tatap Muka 9:
Gerakan Pembaharuan di India I yang membahas gerakan
a. Mujahidin
b. Gerakan Aligarh
c. Sayid Amir Ali

Tatap Muka 10:
Gerakan Pembaharuan di India II yang membahas pemikiran dan gerakan
a. Muhammad Ikbal
b. Ali Jinnah
c. Ahmadiyah

Tatap Muka 11: Bedah Pemikiran I
Mengenal Pemikiran Modern Tokoh Liberal Dunia, yakni:
1. Pemikiran Mahmud Muhammad Thaha dan Abdullah Ahmad An-Naim
2.
Tatap Muka 12: Bedah Pemikiran II
Mengenal Pemikiran Modern Tokoh Liberal Dunia ke dua yakni:
1. Pemikiran Muh. Syahrur
2. Pemikiran Abid Al-Jabiri

Tatap Muka 13:
Gerakan Pembaharuan di Indonesia
1. Muhammadiyah
2. Persis
Tatap Muka 14:
1. Nahdhatul Ulama
2. dll

Tatap Muka 15: Bedah Pemikiran III :
Membedah pokok-pokok pemikiran
1. Harun Nasution
2. Nurcholis Madjid

Tatap Muka 16: UAS


D. ANALISIS MATERI
Mata Kuliah perkembangan pemikiran modern dalam Islam ini dimaksudkan untuk menggali metode pemikiran para tokoh pembaharu, selain memperkenalkan pola atau metode berpikir meraka, sehingga dapat diteladani oleh para generasi saat ini terutama dalam menghadapi perkembangan zaman yang senantiasa berubah. Untuk itu, pola pembahasan antara materi satu dengan yang lainnya hampir sama.
Komponen yang dikaji terutama dalam studi tokoh ini adalah sebagai berikut:
1. Profil tokoh, yang meliputi latar belakang kehidupannya
2. Kondisi sosial, Politik dan budaya saat itu yang dikaitkan dengan produk pemikirannya.
3. Produk pemikirannya
4. Analisis; Kritik dan Penilaian Pemakalah
5. Kesimpulan
6. Daftar Pustakan

E. METODE PEMBELAJARAN DAN PENUGASAN:
Metode Pembelajaran dalam perkuliahan ini dominan adalah menyusun makalah dan kemudian mempertanggungjawabkan hasil kerjanya dalam Diskusi Kelas, dan model pengembangan diskusi lain, seperti model: Buzz Group, Jig Saw Learning, dan sebagainya.
Selain itu juga ada beberapa penugasan analisis pemikiran beberapa tokoh dalam bentuk Resensi Tokoh Pemikiran.
Adapun dalam pembuatan makalah mengacu kepada buku panduan penulisan karya ilmiah yang diterbitkan oleh UPMA STAIN Samarinda. Namun secara umum, sistematikanya adalah sebagai berikut:
1. Pendahuluan
Berisi pengantar yang menjelaskan arah pembahasan dan menyambungkan antara pembahasan topik dikaitkan dengan perkembangan pemikiran lainnya. Bisa juga dengan mengangkat permasalahan di masyarakat atau rumusan masalah.
2. Pembahasan
a. Jika pemikiran tokoh: diawali dengan biografi dan karya tulis
b. Karakteristik pembaharuan di eranya masing-masing
c. Latar Belakang pembaharuannya (bisa dikaitkan dengan kondisi sosial, politik, budaya dan ekonomi) (implementasi Metodologi Studi Islam)
d. Pola dan sasaran Pembaharuan
e. Aspek-aspek Pembaharuan yang dilakukannya
(semua pengutipan wajib memenuhi standar ilmiah salah satunya yakni ada catatan kaki. Polanya adalah nama pengarang, judul [miring], (tempat penerbitan: nama penerbit, tahun terbit), cet, halaman.
3. Referensi
Minimal 4 buku di luar Al-Quran, Hadis, kamus, dan ensiklopedi.
4. Penugasan Lainnya
Informasi tugas dan lain-lainnya bisa anda lihat di www.anis-masykhur.blogspot.com atau langsung ke www.kuliah-excellent.blogspot.com.

F. TEKNIK PENILAIAN
Teknik penilaian dalam mata kuliah ini dibagi ke dalam 3 katagori:
- Formatif : Kehadiran, Keaktivan Mengemukakan Pendapat dan Anaslisanya dengan prosentase 30 %
- Sub Sumatif : Pembuatan Makalah, Presentasi, dan Perbaikan Makalah (proses konsultasi) dengan prosentase 40%
- UAS/Sumatif : Ujian akhir dan penyerahan hasil akhir perbaikan makalah dengan prosentase 30%

Membunuh Pendidikan

Oleh Posman Sibuea

Belakangan ini muncul beragam kritik terhadap praktik pendidikan di Indonesia. Salah satunya adalah proses pembelajaran yang berlangsung hanya sekadar mengejar target pencapaian kurikulum. Hal ini telah berlangsung lama dan menjadi proses yang membunuh pendidikan.

Fenomena ini menjadi topik diskusi aktual dalam rangkaian peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun ini untuk mengingatkan pendidikan di Indonesia dibayang-bayangi kerapuhan nilai.

Ketika proses pendidikan diarahkan semata mengejar pencapaian tujuan kurikulum, institusi sekolah telah diposisikan sekadar pabrik yang membidani lahirnya tukang yang ahli pada bidang tertentu. Perakitan produk akhir demikian bermuara kepada proses matinya pendidikan.

Secara perlahan tapi pasti, sekolah direduksi menjadi semacam arena pendidikan dan latihan (diklat) untuk mengondisikan lulusan siap pakai.

Bahwa sekolah mempersiapkan alumninya ke pasar kerja, jelas hal penting. Namun, dalam tataran kebudayaan, tujuan ini tidak seluruhnya benar karena lembaga pendidikan tidak semata pusat pemintaran intelektual.

Secara pedagogis adalah sesat jika keberhasilan kognitif terlalu didewa-dewakan sebagai alat representasi prestasi siswa di sekolah dan memarjinalisasi sistem pendidikan nilai yang berkaitan dengan budi pekerti.

Semakin kabur

Revitalisasi pendidikan nilai yang dapat membentuk budi pekerti kian penting dimaknai ketika dalam kehidupan masyarakat makin kabur kriteria moral yang dapat digunakan sebagai acuan untuk berperilaku. Ketika di sekolah terjadi penganiayaan fisik, lembaga pendidikan yang menaburkan benih-benih demokratisasi ini bukan lagi tempat yang steril dari segala macam bentuk kekerasan.

Kasus kekerasan di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) yang menewaskan praja Cliff Muntu dan penembakan di Virginia Tech University, Amerika Serikat, yang menewaskan 33 orang—salah satunya warga negara Indonesia, Partahi Mamora H Lumbantoruan— merupakan serpihan contoh yang menyadarkan bahwa kekerasan kerap berulang di sekolah.

Tak hanya di Indonesia, tetapi juga di negara adikuasa seperti Amerika Serikat yang mengedepankan kepentingan hak asasi manusia. Kasus kekerasan fisik di IPDN amat memprihatinkan sebab terjadi di lingkungan pendidikan tinggi, yang seharusnya menjadi tempat belajar yang jauh dari tindak kekerasan.

Ironisnya, pendidikan yang diwarnai dengan tendangan bebas ke dada mahasiswa dan pukulan bertubi-tubi mematikan ke ulu hati terjadi di sekolah yang justru diadakan untuk menggodok para pemimpin bangsa di masa datang.

Pertanyaannya, calon pemimpin seperti apa yang bisa diharapkan menetas dari lembaga pendidikan yang mengedepankan otot ketimbang otak itu? Kekerasan di dunia pendidikan tidak pernah surut. Benih kekerasan yang disemaikan dalam media perpeloncoan, misalnya, terus diwariskan kepada generasi berikutnya dan menjadi awan gelap yang menutupi pancaran sinar pencerahan pendidikan nilai.

Meski perpeloncoan sudah dihapus sejak tahun 1995, kegiatan ini masih terus bergulir seperti bola salju di sejumlah kampus untuk menumbuhkan disiplin bagi mahasiswa baru.

Ada dugaan, perpeloncoan yang dikemas dalam bingkai pendidikan ala militer yang bias acap menjadi pembenaran bagi senior untuk menindas mahasiswa baru. Perpeloncoan dengan hukuman fisik bukan lagi situasi yang insidentil yang dilakukan antara senior dan yunior, tetapi sudah berubah menjadi suatu situasi massal yang sistematis dan terorganisasi secara rapi.

Ujian nasional

Proses yang membunuh pendidikan, pemaknaannya terus bergerak melewati ruang kekerasan fisik untuk menukik masuk ke dalam sistem kekerasan bentuk lain.

Perilaku agresif untuk menekan atau menyerang dengan kata-kata (bullying), seperti ejekan untuk mempermalukan, hinaan, tekanan, dan fitnah, dengan maksud mendehumanisasi orang lain dapat disebut telah melakukan tindak kekerasan dalam bentuk lain.

Pelakunya tidak hanya siswa/mahasiswa senior, tapi kita sebagai orangtua (guru, dosen, pejabat, pemuka agama, elite politik, dan lain-lain) dapat melakukan bullying terhadap orang lain.

Tindakan bullying sudah menjadi keseharian dalam lembaga pendidikan di Tanah Air, mulai dari tingkat TK/SD hingga universitas. Korbannya tidak lagi hanya siswa yang gantung diri karena sering diejek temannya sebagai anak tukang bubur. Korban lain adalah siswa SLTP yang meninggal beberapa waktu lalu di Semarang karena penyakit jantungnya kambuh tiba-tiba saat mengikuti ujian nasional (UN) 2007.

Beban depresi berat bisa dialami peserta UN karena berada di bawah tekanan dari pernyataan pemerintah mengenai UN sebagai penentu kelulusan.Wakil Presiden Jusuf Kalla pernah menanggapi kritik yang mempersoalkan kebijakan pemerintah mengenai UN sebagai penentu kelulusan. Wakil Presiden mengatakan, dunia pendidikan tak ubahnya seperti produk pakaian jadi. Konsumen tidak mempersoalkan bagaimana proses pembuatan
pakaian itu. Yang penting apakah setelah jadi, baju tersebut bagus atau jelek.

Semangat mengutamakan produk akhir dalam tujuan pendidikan kini kian mengental dengan terselenggaranya UN 2007—dengan sejumlah kecurangan yang terjadi—sebagai penentu kelulusan dan masuknya bimbingan tes ke sekolah lewat tender dengan alasan untuk mengatasi kepanikan siswa dalam menghadapi UN.

Itu artinya, proses yang membunuh pendidikan tetap berlangsung tanpa bisa dihentikan karena UN telah berhasil mereduksi esensi dari makna belajar.

Dunia pendidikan kini berduka. Praktik pendidikan diperlakukan tak ubahnya seperti dunia persilatan yang mengutamakan otot dan dunia perdagangan yang mementingkan produk akhir yang bernilai ekonomis. Bagaimana produk itu dibuat seolah bukan urusan pejabat yang berwenang. Pada masa datang, proses pendidikan di sekolah tidak lagi semata pemintaran intelektual (kognisi), tetapi patut diarahkan juga kepada
pembentukan karakter (afeksi) yang menetaskan manusia berbudi pekerti yang mencerminkan pribadi dengan integritas moral yang tinggi guna melahirkan pemikir untuk menakhodai biduk bangsa ini.

Posman Sibuea Lektor Kepala di Unika St Thomas, Medan

Kamis, 14 Februari 2008

Jumlah Sarjana Nganggur Melonjak

Harian Kompas, Rabu, 6 Februari 2008 | 02:09 WIB

Jakarta, Kompas - Jumlah sarjana yang menganggur melonjak drastis dari 183.629 orang pada tahun 2006 menjadi 409.890 orang pada tahun 2007. Ditambah dengan pemegang gelar diploma I, II, dan III yang menganggur, berdasarkan pendataan tahun 2007 lebih dari 740.000 orang.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Fasli Jalal, mengutip data Badan Pusat Statistik, mengatakan, hingga Februari 2007, jumlah sarjana yang menganggur sebanyak 409.890 orang. Belum lagi lulusan diploma III yang belum mendapatkan pekerjaan sebanyak 179.231 orang serta diploma I dan diploma II yang menganggur berjumlah 151.085 orang. Total penganggur keluaran institusi pendidikan tinggi berjumlah 740.206 orang.

Angka-angka tersebut bahkan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2006 (hingga Agustus). Pada tahun tersebut angka sarjana yang menganggur sebanyak 183.629 orang. Adapun untuk lulusan diploma III sebanyak 94.445 orang serta lulusan diploma I dan diploma II berjumlah 130.519 orang. Total penganggur keluaran institusi pendidikan tinggi berjumlah 408.593 orang.

Fasli Jalal mengatakan, data itu berdasarkan pendataan Badan Pusat Statistik terhadap lulusan pendidikan tinggi yang belum bekerja, tidak mempunyai usaha tertentu, dan terbuka kemungkinan sedang transisi berpindah kerja.

Tidak terserapnya lulusan pendidikan tinggi tersebut antara lain disebabkan kompetensi lulusan yang masih rendah atau tidak sesuai kebutuhan dunia kerja. Oleh karena itu, dibutuhkan standar nasional guna menjamin kualitas lulusan.

Program studi jenuh

Penyebab lain ialah terdapat program-program studi dengan jumlah lulusan yang sudah terlalu berlimpah atau jenuh. Jurusan yang jenuh tersebut terutama untuk ilmu sosial, ekonomi, politik, dan hukum. Namun, Departemen Pendidikan Nasional sendiri masih harus melihat distribusi lulusan antardaerah dan kebutuhan daerah.

”Bisa saja di perkotaan atau daerah jumlah lulusan dari program studi tersebut berlimpah, tetapi di daerah lain justru kekurangan. Jadi, tidak bisa langsung asal menutup atau membuka program studi,” ujarnya.

Selain itu, dapat saja sebuah daerah yang kekurangan lulusan perguruan tinggi program studi tertentu mengirim mahasiswa dengan beasiswa ke perguruan tinggi yang telah ada dan kemudian membuat sistem ikatan dinas agar para putra daerah itu kembali untuk membangun daerahnya.

Angka partisipasi kasar (APK) di tingkat pendidikan tinggi terus meningkat hingga saat ini sekitar 17 persen dari penduduk berusia 19-24 tahun yang jumlahnya mencapai 25 juta orang. Setiap kenaikan 1 persen dibutuhkan sekitar lebih dari 100.000 mahasiswa. Walaupun, APK secara regional masih berbeda-beda, bahkan masih ada daerah yang APK perguruan tingginya cuma 6 persen. (INE)